Ekspedisi Papua Terang || 13 Aug 2018
JAYAPURA – Setelah resmi diluncurkan pada Jumat (27/7) lalu, tim Ekpedisi Papua Terang (EPT) yang dibentuk PT PLN (Persero) sudah mulai tersebar di sejumlah titik di berbagai kabupaten di Papua dan Papua Barat. Tim ini memiliki tugas tidak mudah karena harus melakukan perjalanan dengan medan cukup berat untuk mencapai desa-desa terpencil di bumi Papua.
EPT adalah program terbaru dari PLN yang bertujuan meningkatkan elektrifikasi di Papua dan Papua Barat. Ekspedisi ini melibatkan tim dari perguruan tinggi, LAPAN, TNI dan pemerintah daerah. Tim Tercatat sebanyak 165 mahasiswa pencinta alam, 100 prajurit TNI dan relawan PLN sebanyak 130 pegawai. Ekspedisi ini melibatkan lima perguruan tinggi yakni Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Sepuluh Nopember (ITS) dan Universitas Cendrawasih.
Ekspedisi Papua Terang akan dilakukan selama dua bulan. Seluruh anggota tim sudah diberangkatkan dari Jakarta menuju Papua, Sabtu (28/7) pekan lalu. Tim ini disebar di lima posko wilayah yakni Jayapura, Wamena, Timika, Nabire dan di Sorong Papua Barat. Selanjutnya, tim ekspedisi akan berpencar melakukan identifikasi di sejumlah desa-desa di Papua yang belum mendapat akses listrik dari PLN.
Sepekan setelah program Ekspedisi Papua Terang PLN dimulai, hingga sebanyak 292 desa di Papua dan Papua Barat telah disurvei.
Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PLN Ahmad Rofik sangat mengapresiasi upaya tim Ekspedisi Papua Terang yang semangat melaksanakan tugas untuk mempercepat kelistrikan di Papua. “Baru sepekan sejak tiba di Papua, tim sudah mensurvei lebih dari 50% desa-desa yang ditargetkan. Ini juga berkat bantuan digital map dari LAPAN. Jumlah desa ini terus berkembang sesuai dengan kondisi di lapangan. Mengingat ada pula desa yang mengalami pemekaran,” kata Ahmad Rofik.
Sementara itu, dari posko Nabire dilaporkan, tim ekpedisi telah berada di daerah itu sejak 29 Juli lalu. Tim yang terdiri atas 38 mahasiswa, dan 17 relawan PLN itu dibagi menjadi 12 tim kecil untuk melakukan survei desa. Sehari kemudian, tim mulai bergerak menuju sub posko Urubika dengan perjalanan darat sekitar 8 jam. Satu lainnya bergerak pada Selasa (31/1) menuju sub posko Kaimana menggunakan pesawat dan 10 tim lainnya menempuh perjalanan darat menuju desa yang akan disurvei.
Tahun ini, PLN menargetkan dapat mengalirkan listrik ke 1.200 desa di kawasan Papua. Dari jumlah tersebut potensi pelanggan yang dapat diraih mencapai 110.000 rumah. Hingga saat ini, perseroan telah melakukan konstruksi elektrifikasi untuk 251 desa dengan jumlah pencapaian survei desa baru yang terelektrifikasi mencapai 995 desa. Dengan EPT, diharapkan akan ada sekitar 415 desa baru yang disurvei dan kemudian dilistriki.
“Konstruksi biasa dilakukan paling tidak enam bulan setelah survei selesai dilaksanakan,” ujar Kepala Divisi Pengembangan Regional Maluku dan Papua PLN Eman Prijono Wasito di Kantor Rayon PLN Nabire, Kamis (2/8/18) lalu.
Sekadar diketahui, saat ini jumlah pelanggan di Provinsi Papua Barat mencapai 358.550 pelanggan sedangkan untuk Provinsi Papua mencapai 249.910 sambungan. Jumlah tersebut diharapkan terus bertambah seiring dengan berbaga program termasuk Ekspedisi Papua Terang. Hal ini juga sejalan dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN di mana nilai investasi yang direncanakan untuk menerangi desa-desa di Provinsi Papua dan Papua Barat mencapai Rp1,5 triliun.
Terkait jumlah desa di wilayah Papua dan Papua Barat, PLN mengacu pada Badan Pusat Statistik (BPS) terakhir tahun 2015 di mana desa yang belum terlistriki mencapai 3.518 desa di provinsi Papua dan 1.500 desa di provinsi Papua Barat.
“Namun berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) jumlah desa di wilayah Papua saat ini mencapai 7.000-an desa,” tambah Eman.
Dari seluruh desa yang didata BPS tersebut, pemerintah melalu PT PLN (Persero) menargetkan untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di wilayah Papua menjadi 99% pada 2019 mendatang dari rasio elektrifikasi saat ini yaitu sekitar 86,28% untuk Papua Barat dan 44,5% untuk provinsi Papua.
Direktur Bisnis Regional PLN Papua Maluku Ahmad Rofik mengatakan, keterlibatan mahasiswa diperlukan untuk mengidentifikasi desa-desa di Papua yang hingga saat ini belum teralirik listrik. Mereka bersama tim lainnya akan melakukan survei di kampung-kampung di Papua guna mengetahui potensi listrik yang bisa dikembangkan.
“Masih banyak desa-desa atau kampung-kampung di Papua yang belum berlistrik karena memang daerahnya sulit dijangkau. Selain itu, data-data kita juga terbatas sehingga kita melibatkan langsung mahasiswa untuk melakukan survei di sana,” jelasnya.
Pada EPT kali ini, tahap pertama tim akan mensurvei desa dengan fokus pada identifikasi sumber daya lokal yang bisa digunakan untuk pembangkit listrik. “Misalnya, kalau ada air maka kita akan pakai air, kalau ada solar kita pakai solar, kalau ada biomassa kita pakai biomassa, kalau ada angin kita pakai angin. Yang terakhir kalau tidak ada sumber daya lokal lagi maka kita pakai BBM,” terang dia.
Tak hanya potensi alam, survei pada ekspedisi kali ini juga untuk melihat potensi ekonomi secara umum di sebuah desa. Tim ekspedisi akan mendata pendapatan masyarakat, kondisi desa secara umum seperti jumlah penduduk, pekerjaan, dan fasilitas dasar yang ada di sebuah desa. Selain itu survei juga dilakukan untuk mengetahui cara mengakses desa seperti transportasi dan biaya transportasi untuk mencapai desa tersebut.
Informasi mengenai akses ke desa merupakan salah satu poin penting mengingat untuk mengalirkan listrik ke desa-desa perlu pengadaan alat dan mesin. Dengan survei tersebut diharapkan dapat diketahui kebutuhan jenis dan model infrastruktur yang akan dibuat.
Rofik melanjutkan, dari identifikasi tersebut hasilnya akan ditentukan pembangkit apa saja yang bisa digunakan kemudian dioperasikan. Dengan demikian, program ini diharapkan bisa sesuai dengan target pemerintah yang di mana tahun ini atau 2019 seluruh desa di Papua harus sudah berlistrik.
“Tapi target kita tahun ini akan melistriki sebanyak 1.200 desa dari 3.000 desa. Jumlah itu kita bagi dengan pemerintah. Kementerian ESDM akan melistriki 1.941 dengan LTHSE dan selebihnya 1.200 akan kita listriki,” jelasnya.
Dia optimistis, dengan program Ekspedisi Papua Terang target rasio elektrifikasi (RE) tahun ini dapat tercapai sebesar 95% dari RE tahun ini kurang dari 80%. “Sementara untuk tahun depan kami targetkan rasio elektrifikasi Papua dan Papua Barat tercapai sebesar 100%,” tandas dia.
Direktur Human Capital Management PLN Muhamad Ali menambahkan, pada program ini anggota tim akan dibagi per wilayah dengan tugas yang berbeda-beda. Mayoritas mereka mendapat tugas melakukan survei ke desa-desa, sementara anggota tim lainnya akan bertugas di posko untuk menerima laporan dari lapangan.
“Teknisnya mereka berangkat melakukan survei dan dikirim ke posko, kemudian di posko diolah lalu dikirim ke Jakarta . Nah di Jakarta perlu pembangkit apa, kemudian bagaimana sambungannya nanti akan dikaji kemudian diimplementasikan di sana,” tutur Ali.
Ali menambahkan, satu hal lagi yang penting dari Ekspedisi Papua Terang adalah adanya partisipasi masyarakat untuk terlibat langsung bagaimana melistriki daerah-daerah remote khususnya di Papua. Masyarakat di Papua akan diajak untuk membantu proses pembangunannya dan akan mendapatkan edukasi bagaimana cara merawat aset listrik setelah jadi nanti.
“Misalnya, pembangkitnya pakai air. Bagaimana masyarakat di edukasi merawat putaran kincirnya dan segala macamnya,” ujar dia.
Dukungan Akademisi
Ekspedisi Papua Terang mendapat apresiasi dari kalangan akademisi. Program ini dinilai sangat tepat karena ada target yang ditetapkan yakni untuk meningkatkan pembangunan terutama di sektor kelistrikan di wilayah Papua.
”Ïni bukan ekspedisi biasa. Ini beda dengan kegiatan pencinta alam pada umumnya seperti susur sungai, naik gunung, atau masuk gua. Tidak. Ini kegiatan dilakukan untuk menghasilkan sesuatu bagi masyarakat Papua,” kata Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Kemahasiswaan UGM Djagal Wiseso Marseno saat pelepasan tim ekspedisi yang lalu.
Dia berpesan, kepada mahasiswa yang menjadi peserta agar mereka dapat beradaptasi dengan lingkungan dan budaya di Papua. Djagal juga menambahkan bahwa untuk mempertahankan Papua, pemerintah harus membangun secara cepat sehingga masyarakat Papua tidak merasa dianaktirikan.
“Sekarang pemerintah sedang membangun infrastuktur yang baik di sana mulai dari jalan, pelabuhan dan bandara, kemudian dari sisi kelistrikan oleh PLN melalui program Papua Terang. Ini merupakan suatu langkah yang sangat positif,” jelasnya.
Sementara itu, salah satu mahasiswa UGM, Ajun Evi Nugraha menyampaikan rasa optimisnya atas kontribusi yang akan dia berikan dapat berdampak besar bagi pembangunan di Papua.
“Saya ingin mengetahui daerah-daerah di Papua dan dapat memahami lapangan di Papua. Harapannya selain desa-desa terisolir mendapatkan akses listrik dengan mudah, tentunya kesejahteraan masyarakat di sana juga dapat meningkat,” ungkapnya.
Artikel ini dimuat dalam Koran Sindo, Senin, 13 Agustus 2018, hlm. 1 dan 15.