Mengenal Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Pertama Di Indonesia

Beroperasi Sejak 1982, Kinerja PLTP Kamojang Tetap Terjaga
 
Indonesia memiliki berbagai potensi energi yang terkandung didalamnya, termasuk panas bumi. Salah satu sumber panas bumi terdapat di Kamojang yang berada di gugusan Gunung Guntur, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
 
Sejak tahun 1982, PLN telah memanfaatkan energi panas bumi untuk menghasilkan energi listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang, yang berlokasi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Diawali oleh satu unit pembangkit berkapasitas sekitar 30 MW, kini PLTP Kamojang telah memiliki tiga unit pembangkit dengan total kapasitas sebesar 140 MW. 
 
“Unit kedua beroperasi pada 29 Juli 1987 dan unit ketiga pada 13 September 1987, masing-masing kapasitasnya 55 MW. Kini, produksi listriknya mencapai 2,4 giga watt hour per tahun,” tutur Vice President Public Relations PLN, Dwi Suryo Abdullah.
 
PLTP Kamojang kini dikelola oleh anak usaha PLN yaitu PT Indonesia Power melalui unitnya Kamojang Power Generation O&M Service Unit (POMU). Meskipun menjadi PLTP pertama di Indonesia, tidak lantas menurunkan kinerjanya. Terbukti hingga tahun 2019, IP Kamojang POMU dapat menjaga kesiapan unit pembangkit (Equivalent Availibility Factor/EAF) mencapai 96,44.
 
Salah satu kunci utama yang menentukan kinerja PLTP adalah melakukan pemeliharaan secara rutin setiap 24 ribu jam atau setara 3 tahun sekali. Pemeliharaan mesin pembangkit dan pipa-pipa besar yang menjadi ciri khas PLTP menjadi kunci utama ‘pabrik listrik’ ramah lingkungan ini tetap beroperasi dan menjaga keandalannya hingga detik ini dari ketinggian 1.500 di bawah permukaan laut (dpl). 
 
“Jadi jika dalam waktu 24 ribu jam pembangkit di salah satu unit sudah bekerja, maka harus dihentikan sementara untuk pengecekan, kita bersihkan turbin dan mesin. Pemeliharaan biasanya membutuhkan waktu 25 hari. Jadi kita ada life cycle management untuk pelihara ini semua,” ujarnya. 
 
Agar produksi dan aliran listrik tidak terganggu, pemeliharaan selama 25 hari itu dilakukan pada satu unit secara bergantian. Sehingga dua unit lainnya masih tetap beroperasi.
 
 
Selain itu untuk menjaga kinerja PLTP ini, PLN harus menjaga kelestarian hutan yang menjadi tempat pengerukan sumber panas bumi. Sumber panas bumi bisa terus dimanfaatkan jika air di sekitar hutan terjaga. Karena itu, berbeda dengan sumber energi fosil yang semakin dikeruk semakin habis, pengeboran energi panas bumi ini harus seimbang dengan keberlangsungan hutan dan gunungnya. 
 
“Secara sistem, ada sumber panas, air atau fluidanya. Lalu ada recharge agar fluida tak habis yaitu dengan adanya sungai dan hutan. Jadi kalau hutan gundul, sumbernya enggak bisa (diambil). Oleh karena itu kita perlu jaga kelestarian hutan,” jelasnya.
 
Untuk menjaga area tangkapan air, salah satunya dilakukan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Indonesia Power memberdayakan masyarakat untuk melakukan budidaya tanaman kopi pelag. Tanaman kopi tersebut ditanam di kaki Gunung Papandayan oleh mitra binaan sebagai tanaman penyangga untuk mencegah longsor di daerah pegunungan dan sebagai area tangkapan air yang fungsinya sebagai natural recharge sumber uap panas bumi.
 
“Jadi di sini Indonesia Power memberdayakan masyarakat agar meningkat kesejahteraannya, operasi pembangkit EBT kami pun bisa tetap terjaga dengan tersediannya panas bumi,” ucap Dwi.
 
Tidak hanya PLTP Kamojang, IP Kamojang POMU saat ini mengelola total 7 unit pembangkit yang berkapasitas 375 MW yang terbagi di 3 sub unit yaitu, PLTP Kamojang sendiri, PLTP Darajat yang berada di Kabupaten Garut dengan 1 unit berkapasitas 55 MW dan PLTP Gunung Salak yang berada di Kabupaten Bogor dengan 3 unit pembangkit dengan total kapasitas 180 MW. Selain itu, di luar jawa IP Kamojang POMU juga mengelola PLTP Ulumbu yang terletak di Nusa Tenggara Timur sebesar 10 MW.