Program 35.000 MW: Lebih Menjangkau, Menggerakkan, dan Berkelanjutan

Yogyakarta, 4 Mei 2015 – Lima tahun ke depan, Indonesia tidak-bisa-tidak butuh tambahan listrik setidaknya 35.000 megawatt (MW)—di luar proyek pembangkit existing sekitar 7.000 MW yang saat ini sedang konstruksi. Mengingat, selama 2015-2019 itu, jika proyeksi pertumbuhan ekonomi realistis 5-6% per tahun turut dipertimbangkan, maka rerata tambahan kapasitas tahunan yang dibutuhkan adalah 7.000 MW.

Lebih Menjangkau
Kebutuhan listrik tumbuh pesat seiring konsumsi yang juga pesat. Pertumbuhan kebutuhan listrik pada 2015-2019 diprediksi 8,7% per tahun. Dari segi keterjangkauan, kendati Pemerintah selama ini sudah bekerja keras, ketersediaan listrik belum kunjung mencukupi seluruh kebutuhan. Baru 84% persen dari seluruh rumah tangga di Indonesia yang terjangkaui.

Komitmen 35.000-an MW dimaktubkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero) 2015-2024 yang telah disahkan dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM): 0074K/21/MEM/2015.

Disebutkan RUPTL, 109 proyek “Program 35.000 MW” tersebar di seluruh Indonesia: 10.000-an MW ditangani langsung PLN (35 proyek), dan 25.000 MW mengundang partisipasi swasta (74 proyek). Sebarannya luas, mencapai 210 lokasi di seluruh Indonesia. Di Sumatera 59 lokasi, di Jawa 34 lokasi, di Sulawesi 49 lokasi, di Kalimantan 34 lokasi, dan di Indonesia Timur 34 lokasi.

Lebih Menggerakkan
Sifat alamiah dari energi adalah menjadi penggerak (driver) bagi pertumbuhan sosial-ekonomi. Kita ingin membangun sifat itu dalam “Program 35.000 MW” bukan saja terhadap bidang industri dan investasi, namun juga lapangan kerja hingga serapan komponen dalam negeri.

Industri pasti tumbuh karena, melalui ”Program 35.000 MW”, 75.000 set tower transmisi dan 1.382 unit gardu induk dibangun. Selain itu, 301.500 km konduktor aluminium, 2.600 set trafo, serta 3,5 juta ton baja profil dan pipa luar pembangkit digunakan. Apalagi jika andil investor luar lebih diakomodasi, maka akan makin besar efek dorongannya bagi industri dalam negeri.

Lapangan kerja kian banyak terbuka. Sekitar 650.000 tenaga kerja langsung dan 3 juta orang tenaga kerja tak langsung akan menerima manfaat. Jika 1 tenaga kerja membawa manfaat bagi paling-tidak 4 orang lainnya, maka sekitar 20 juta orang akan mendapat manfaat ekonomi. Belum lagi dari listrik yang dihasilkan, sudah pasti akan lebih menggairahkan aktivitas sosial-ekonomi.

Penyerapan Komponen Dalam Negeri diperkirakan akan menyentuh 40 persen (setara dengan Rp440 triliun) dari total kebutuhan investasi. Adapun total kebutuhan dananya bisa melebihi Rp1.100 triliun. Angka kombinasi antara PLN dan swasta/Independent Power Producer (IPP) ini dapat membuka pasar kredit dan pasar modal, masing-masing Rp770 triliun dan Rp330 triliun.

Angka 35.000 MW itu unsurnya adalah: 20.000 MW dari PLTU, 13.000 MW dari gas, dan 3.700 MW dari energi terbarukan. Besaran 20.000 MW dari PLTU akan menambah kebutuhan batubara sebesar 80-90 juta ton per tahun—belum termasuk kebutuhan 80 juta ton saat ini. Sekitar 40% batubara akan diambil dari dalam negeri; artinya, batubara tak lagi menjadi komoditas, tapi sumber energi primer penumbuh industri di atasnya. Porsi 13.000 MW dari gas, ini akan mendongkrak permintaan 1.100 billion British thermal unit per day (BBTUD) baru—belum termasuk 1.250 BBTUD saat ini—dan tentu akan menggairahkan investasi gas.

Adapun 3.700 MW dari energi baru terbarukan, mencakup 1.200 MW dari pembangkit listrik tenaga panasbumi (PLTP) dan 2.400 MW dari tenaga air (PLTA)/mikrohidro (PLTMH). Yang menggembirakan, akan ada 120 MW dari tenaga bayu (PLTB), hal baru bagi Indonesia.

Lebih Berkelanjutan
Pemanfaatan energi terbarukan adalah keniscayaan. Pasalnya, di samping cadangan energi fosil yang tak terbarukan kita semakin menipis, pemanfaatan Energi Terbarukan juga masih rendah dibandingkan potensinya. Padahal, kita berlimpah akan tenaga angin, mikrohidro, surya, hingga biogas dan biofuel. Untuk skala yang lebih besar, ada tenaga air dan panasbumi.

Di satu sisi kita dituntut untuk mandiri atau berdikari dalam bidang energi. Di sisi lain, harus diakui, masa kejayaan minyak kita telah meredup. Indonesia menjadi terlalu bergantung pada minyak yang kebanyakan diusahakan melalui impor. Selama sepuluh tahun terakhir, misalnya, Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Rp2.600-an triliun tersedot hanya untuk subsidi BBM.

Mulai sekarang kita harus mengimbanginya dengan mulai menatap dan berpihak ke depan: Energi Terbarukan. Jika keseluruh potensi Energi Terbarukan Indonesia yang kini masih banyak terabaikan itu serius dikembangkan, maka total power yang dihasilkan jauh melebihi kebutuhan.

Atas pertimbangan itulah Presiden RI meluncurkan “Program 35.000 MW untuk Indonesia” di Pantai Samas (4/5), di sebuah area “perkebunan angin” yang saat ini kapasitasnya adalah yang terbesar di Indonesia: 50 MW. Inilah deklarasi Indonesia untuk mulai secara serius menegaskan komitmennya untuk berdikari dalam bidang energi secara berkelanjutan.

Acara peluncuran itu secara tak langsung juga mendeklarasikan bahwa, 2.000-an MW dari total 35.000 MW telah dimulai hari ini. Peluncuran akan ditandai dengan penandatanganan power purchased agreement (PPA), letter of intent (LoI), serta groundbreaking dari sejumlah proyek pembangkit, antara lain:
a. Penandatanganan PPA:
 PLTB Samas (Yogyakarta), kapasitasnya 50 MW,
 PLTU Kendari-3 (Sulawesi Tenggara), kapasitas 2×50 MW,
 PLTA Malea (Sulawesi Selatan), kapasitas 2×45 MW,
 PLTU Jeneponto ekspansi (Sulawesi Selatan), kapasitas 2×125 MW.
b. Penandatanganan LoI untuk EPC (engineering, procurement, construction) PLTU Grati (Pasuruan, Jawa Timur), kapasitas 450 MW;
c. Groundbreaking:
 PLTA Jatigede (Sumedang, Jawa Barat), kapasitas 2×55 MW;
 PLTU Pangkalan Susu unit III dan IV (Sumatera Utara), kapasitasnya 2×220 MW;
 PLTU Takalar (Sulawesi Selatan), kapasitas 2×100 MW;
d. Penandatanganan PJBG (Perjanjian Jual-Beli Gas) setara 50 BBTUD—komitmen Pemerintah dalam mendukung pasokan energi primer yang krusial bagi kesuksesan ”Program 35.000 MW”.

 

Informasi lebih lanjut, hubungi:
– Kementerian ESDM  Agung Wicaksono (agung@upk.esdm.go.id)
– PT PLN (Persero)  Bambang Dwiyanto (bambang.dwiyanto@pln.co.id)