Jakarta, 21 April 2017 – Tenaga teknik sipil dalam pembangunan proyek ketenagalistrikan seringkali diidentikkan dengan kaum pria. Pekerjaan yang menggambarkan fisik yang tangguh dan mental sekuat baja ini memang umumnya digandrungi oleh laki-laki. Betapa tidak, berbagai tantangan mulai dari cuaca, geografis hingga sosial harus dihadapi demi menghadirkan listrik hingga ke pelosok negeri.
Adalah Novi Dwi Harriani, seorang pegawai PLN di proyek pembangunan transmisi Kalimantan Tengah yang mendobrak stereotipe gender tersebut. Dia adalah satu dari sekian banyak Kartini PLN yang berkarya menembus batas demi menghadirkan listrik ke seluruh pelosok negeri.
Perempuan asal Sidoarjo ini turut berkarya dalam pembangunan transmisi Program 35.000 MW, yakni membangun tapak transmisi sepanjang 84 kilometer sirkit (kms) dari Tanjung di Kalimantan Selatan menuju Buntok di Kalimantan Tengah. Pekerjaannya adalah mengawasi proses pengecoran tiap tapak tower transmisi Tanjung-Buntok.
“Ada 238 tower yang dibangun dan tugas saya adalah mengawasi pencampuran pasir, semen, krikil, dan air ke mesin molen. Saya menghitung agar rangkaian besi sesuai spesifikasi sebelum dicor,” ujar perempuan yang akrab disapa Novi.
Selain mengawasi pembangunan tapak tower, Novi juga bertugas mendata jumlah pohon yang akan ditebang sepanjang jalur transmisi. Pohon yang memiliki tinggi lebih dari tiga meter harus dipangkas karena bisa mengganggu distribusi listrik. Ratusan hingga ribuan jumlah pohon yang didatanya. Pasalnya jarak antar tower dengan panjang mencapai 400 meter dan lebar 20 meter. Tanaman yang sudah didata akan ditandai dengan cat semprot.
Perjalanan menuju tower tidaklah mudah, karena lokasi proyek transmisi Tanjung-Buntok berada di kawasan hutan. Novi bersama timnya harus berjalan kaki, naik turun gunung dan menembus semak belukar.
“Untuk sampai ke lokasi, hutan, bukit, dan sawah kami lalui. Paling jauh adalah medan di Kotabaru. Tak hanya naik turun gunung, tapi juga melewati rawa. Capek itu pasti, tapi saya tetap semangat,” ungkap Novi.
Selain kondisi medan yang ekstrem, Novi juga seringkali berhadapan dengan tantangan cuaca. Kehujanan dan kedinginan di tengah hutan sudah menjadi hal biasa baginya.
Selama bekerja, Novi dan tim menginap di rumah warga yang dijadikan mess pekerja dengan keadaan yang serba seadanya. Biasannya mereka kembali ke mess saat matahari terbenam. Novi mengaku, dia dan tim seringkali kemalaman keluar hutan.
Lulusan teknik sipil Universitas Brawijaya, Malang ini tidak pernah menyangka akan berkecimpung dalam pekerjaan lapangan seperti ini. Cita-citanya adalah menjadi kontraktor dan bekerja di kantor.
“Saya tidak pernah menyangka akan keluar masuk hutan. Namun, ternyata saya menikmati pekerjaan konstruksi ini. Awalnya memang kaget dan takut, tapi setelah itu biasa. Yang pasti, saya dan teman-teman senang. Kerja keras tim bisa dirasakan warga dan listrik bisa sampai ke pelosok. Kami puas dan bangga bisa ikut serta membangun Indonesia agar lebih maju dan berkembang,” terang anak bungsu dari dua bersaudara ini.